Akhir Dilema Ujian Nasional - Menolak ujian nasional
menurut saya ialah hal yang paling konyol. Lebih konyol lagi bila ujian nasional
dijadikan patokan kelulusan. Menolak ujian nasional sama saja menolak proses
pengukuran taraf perkembangan ilmu yang didapatkan siswa selama belajar di
sekolah. Jika ujian nasional dijadikan patokan kelulusan, maka sungguh tidak
manusiawi. Mengapa? Sekolah selama 6 tahun (SD), dan 3 tahun (SMP dan SMA) hanya
ditentukan 3 hari? Ya tidak memungkinkan.
Namun, kiranya masyarakat Indonesia patut berbangga dengan
keputusan yang bijak bahwa ujian nasional bukan jadi patokan kelulusan. Sedikit
melegakan bagi siswa-siswa yang malas belajar dan hanya mengharapkan curahan
jawaban ujian dari temannya yang rajin belajar. Ujian nasional 2015 kini menjadi
ujian yang menggembirakan bagi siswa. Ya, dengan nilai berapa pun akan tetap
dipastikan lulus dari sekolah. Pertanyaan yang timbul, setelah lulus sekolah,
misal SMA, akan dilanjutkan ke mana?
Pilihan paling dominan biasanya setelah SMA ialah kuliah dan
bekerja. Jika melanjutkan ke kedua hal tersebut dengan nilai ujian nasional yang
ngepas apakah dapat diterima? Saya mendengar cerita dari adik kelas saya
bahwa temannya ada yang lulus dari SMA dengan nilai ujian nasional matematikanya
1,xx (satu koma sekian). Anda pasti tidak yakin ujian nasional kok nilainya satu
koma? Berkaca dari nilai tersebut apa mungkin ia bisa bekerja di tempat yang
bonafit? Mungkinkah kuliah di universitas ternama?
So, jalan akhirnya tidak ada kata tidak belajar untuk ujian
nasional. ©Tedy Rizkha Heryansyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang baik ialah pembaca yang selalu memberikan komentar dalam bentuk kritik dan saran untuk kebaikan blog ini