Kamis, 31 Desember 2015

Menjemput Kenangan di Reuni Sowintanan 2015



Judulnya memang tidak lazim dari beberapa artikel yang sudah aku buat sebelumnya. Memang khusus kali ini, aku peruntukkan bagi perjalanan pulang kampungku ke Jawa Timur. Bertepatan dengan libur panjang Natal dan tahun baru di penghujung 2015, aku dan keluargaku pulang. Ya, benar, pulang menjemput secercah kenangan untuk sekadar menuangkan air mata yang sudah lama kering. Kebahagiaan bukan tanpa alasan. Masalahnya, kepulanganku kali ini bertepatan dengan acara reuni keluarga besar Sowintanan. Bagi seorang Blogger sepertiku ini tentu tidak akan menuliskan sebuah tulisan yang tidak ada manfaat bagi orang lain. Oleh karenanya, tulisan ini pun sekiranya dapat memberikan manfaat bagi orang yang akan membacanya nanti.

Oke, tanpa perlu berlama-lama aku akan berusaha menjabarkan perjalanan menjemput air mata yang sudah lama tidak menetes. Entah ada alasan atau ajian apa yang sedang menggelayuti setiap jari yang aku hntak untuk beradu dengan keyboard di laptopku ini sehingga tulisan bisa begitu saja mengalir dengan derasnya. Ada benarnya jika orang berkata bahwa di kampung halaman itu hanya untuk mengenang. Ya, mengenang. Mengenang segala keindahan, tawa, canda, suka, cita, bahkan kesedihan. Perjalananku memang tidak lama, hanya 4 hari dan bagiku sangat jauh dari rasa puas. Mengapa? Di kampung halamaku, Rowokangkung, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur ini banyak sekali rumah Pakde dan Bude yang memang harus aku inapkan rumahnya. Maklum saja ayahku punya 11 saudara dan ibuku punya 5 saudara. Praktis membuat satu dan lainnya menginginkan aku untuk sekadar minum teh.

Anehnya, ketika aku pulang ke kampung halamanku ini yang dicari ialah kakak kandungku. Namanya Ludy namun punya panggilan akrab Cilud. Berbeda dengan aku yang namanya Tedy kemudian terkenal di kalangan saudara dengan sebutan nama Ryan (so what? namanya pasaran banget). Terlepas dari itu, Pakde dan Bude memang sudah sangat rindu kepada kakakku. Ya, ia terkenal dengan sifat pendiam dan susah untuk berkenalan dengan orang yang baru dikenalnya. Mungkin, sifat itu yang disenangi dengan Pakde dan Bude aku. Sangat berbeda dengan sifatku yang bisa kalian tafsirkan sendiri dalam tulisan ini nanti.

Hari pertama, Kamis 24 Desember 2015
Kamis ini bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW, dan kami sekeluarga memutuskan untuk berangkat ke kampung halaman. Kami menjatuhkan pilihan pada kereta api Gumarang. Kamu bisa bayangkan bagaimana padatnya stasiun ketika musim liburan tiba. Tidak perlu aku gambarkan dalam tulisan ini. Jelasnya, kemampuan fisik mutlak dibutuhkan untuk berjejal mengantre masuk ke dalam peron stasiun. Perjalanan di dalam kereta pun layaknya orang-orang yang sudah banyak menceritakan pengalamannya di blog atau pun di media sosial lainnya. Hanya ada satu momen di mana ayahku terancam untuk diturunkan dari kereta (alhamdulillah). Lho kenapa malah bersyukur? Jelas lah, kan di kereta itu dilarang untuk mengunyah rokok (menghisap masih dalam batas wajar), lah ini nekat tetap melanggar peraturan itu. Jadilah sudah ayahku ditegur oleh petugas dan diancam akan diturunkan paksa di stasiun terdekat. (horeee kapok kon ndaki udud).

Hari kedua, Jumat 25 Desember 2015
Berapa lama perjalanan dari Jakarta ke Rowokangkung, Lumajang? Jawabannya jangan pakai indikator waktu, tapi menggunakan indikator jadwal shalat. Jika menggunakan kereta seperti kami, jawabannya simpel yakni dari azan Ashar ketemu azan Zuhur. Sebentar bukan? (inget dari Ashar ke Zuhur bukan dari Zuhur ke Ashar). Kereta Gumarang itu hanya sampai di Stasiun Surabaya Pasar Turi. Apakah sudah dekat menuju Lumajang? Oh tentu tidak. Masih ada 4 jam perjalanan lagi menuju Lumajang. (hanya orang sakti yang bilang Lumajang itu dekat dari Surabaya). Kami samapi di Surabaya jam 4 pagi dan melanjutkan ke Lumajang menggunakan travel. Kami sempat mampir sarapan di daerah Nguling, Kabupaten Probolinggo, sebelum akhirnya sampai di tempat reuni jam 9 pagi. Kami disambut oleh tuan rumah yakni Pakde Wajib dan Bude Sri. Ini memang biasa terjadi, aku bertemu dengan keponakanku, Bayu yang sekarang sudah kelas 3 SMK dan Nabil yang duduk di kelas 5 SD. Keduanya tidak banyak berubah baik dari sifatnya lebih-lebih. Tak lama berselang setelah shalat Jumat, aku bertemu dengan kakak sepupuku, Chandra Wahyu, seorang perawat yang sedang menempuh studi D3-nya di akademi keperawatan. Sorenya aku menyempatkan untuk berkeliling kampung halaman. Kebetulan ayah dan ibuku merupakan orang dari kecamatan yang sama. Jadi, tidak terlalu jauh untuk berkunjung dari satu rumah ke rumah lain. Bertemu dengan Neza, Angwin, Mas Toni, Mbak Nimas, Dina, Fajar, Icha, dan Intan. Semuanya membuatku rindu dan aku tetap berusaha menjaga air mata agar tetap hangat di pelabuhannya. Sore itu hujan turun dengan derasnya, mungkin pertanda bahwa berkah reuni yang akan diadakan Sabtu dan Minggu dijawab oleh Tuhan penguasa alam. Hingga malamnya pun, aku bersama Bayu dan Mas Nanang juga Mbak Kris mengantar Mbak Candra untuk dinas di RSUD Lumajang. Setelah mengantar, kami mampir ke pasar untuk membeli kebutuhan yang akan digunakan untuk reuni esoknya. Lamanya bukan main, aku berusaha menahan lapar dan dahaga sebelum akhirnya kami pulang dan mengakhiri perjalanan hari ini dengan mata tertutup.

Hari ketiga, Sabtu 26 Desember 2015
Hari ketiga ini merupakan hari pertama reuni dengan agenda pengajian dan menghadiahkan doa bagi para leluhur kami. Sebelumnya, aku dan keluargaku (ayah dan ibu) berangkat ke pusat kota untuk mencari oleh-oleh. Wah, bukan main letihnya, mulai dari keripik pisang, suwar suwir, brem, hingga VCD lagu banyuwangian dan dangdut koplo menjadi hadiah kami. Kami berangkat dari pagi hingga siang hari mencari oleh-oleh untuk diberikan pada kerabat di Jakarta. Pulangnya kami menjemput saudara Mas Nanang dari Tulungagung yakni ibu dari Mas Nanang dan keponakannya, Sukma. Beruntung aku termasuk orang yang berani dan tidak tahu malu. Meski baru pertama kali bertemu dengan ibu dari Mas Nanang dan Sukma, aku berani untuk langsung membuka pembicaraan. Diketahui bahwa Sukma duduk di kelas 11 SMA di Tulungagung. Maklum, aku termasuk orang yang tidak senang dengan kesepian suasanan, lebih baik menegur orang dahulu dibanding diem-diem kemudian mencret di celana (kan bau jadinya). Banyak yang kami ceritakan di dalam mobil. Sorenya, aku kembali menjemput Mbak Candra yang sudah selesai berdinas di RSUD dan melanjutkan perbelanjaan ke pasar. Jujur saja, aku tidak ikut pengajian di rumah yang ketempatan reuni ya karena membantu Mbak Kris berbelanja ke pasar dan juga menjemput salah satu tamu reuni dari Cileungsi. Nah, ini nih yang agak aneh. Selama perjalanan, Mbak Candra melarangku untuk pulang. Ia berpikir bahwa aku terlalu singkat berada di Lumajang sedangkan rasa rindu tidak terbendung. Ya mau bagaimana lagi, di Jakarta aku punya kewajiban mencari nafkah hehehe. Kami sampai rumah dan langsung beristirahat. Ini yang menarik, aku bertukar pengalaman dengan Mbak Kris, seorang guru Bahasa Indonesia yang sudah bertahun-tahun mengajar di SMA hingga larut malam.

Hari terakhir, Minggu 27 Desember 2015
Pagi sebelum surya bangun dari balik singgasananya, aku dan Mbak Candra berjalan ke pematang sawah untuk melihat keindahan sawah yang di Jakarta iku wis gak ono. Tak lama memang tapi cukup untuk menghilangkan penat sebelum acara reuni dimulai. Acara reuni dimulai dengan ziarah makam ke leluhur kami di Lumajang (mbah kandungku). Setelah sarapan, acaranya dimulai dengan sambutan ketua, tuan rumah, dan laporan masing-masing koordinator yakni dari Jakarta, Lumajang, Banyuwangi, dan Yogyakarta. Sayang sekali yang dari Medan, Cirebon dan Gorontalo tidak bisa hadir jadi masih terasa kurang lengkap. Kami yang masih muda (dibawah 30 tahun) juga menyempatkan diri untuk mengabadikan momen yang terjadi di tempat reuni dengan berfoto bersama. Waktu berjalan begitu cepat sehingga tidak terasa bahwa siang hari aku harus menuju Surabaya lagi untuk naik kereta kembali ke Jakarta. Apa yang terjadi? Aku dihalang-halangi untuk pulang dari sepupu dan kepokanakanku. Entah karena apa mereka bisa begitu sayang dengan diriku ini. Aku pun sayang dengan mereka. Sayang dengan perhatian yang mereka berikan. Rindu dengan tingkah laku, ucapan, suara, dan canda yang mengisi tiap guratan di mataku yang sebenarnya tak kuasa menahan sedih. Namun, apa daya kewajiban sudah menungguku di Jakarta. Sekali lagi tidak akan ada perpisahan jika tidak ada pertemuan. Bertemu ya pasti akan berpisah. Baik hari ini, esok, lusa, atau nanti. 

Sampai pada akhirnya aku bergegas menuju Surabaya mengejar ular besi yang akan membawaku kembali ke Jakarta dengan membawa sekian banyak kerinduan yang pecah dalam empat hari di kampung halaman. Mudik itu hanya untuk mengingatkan kenangan bersama sanak kerabat dan keluarga. Mengapa? Karena kenangan tidak akan bisa dibayar dengan nominal berapa pun untuk menghilangkannya. Sampai bertemu lagi di tahun 2017, Banyuwangi sudah menanti kerinduan dalam batin kita semua.

Semoga tulisan ini bisa menjadi kado di akhir tahun 2015 dan di awal tahun 2016. Tidak ada yang bisa memutus kasih sayang persaudaraan kita semua. Semoga kita semua senantiasa dalam lindungan Tuhan YME.

Penulis bersama Bayu dan Mbak Chandra

 Acara reuni keluarga Sowintanan

 Acara reuni keluarga Sowintanan

 Penulis bersama Neza, Sukma, Icha, dan Mas Toni

 Penulis bersama Neza, Sukma, Icha, dan Mbak Chandra

# tulisan ini aku persembahkan untuk semua yang sudah mau bercengkrama dengan diriku di waktu itu #

Artikel Menarik Lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembaca yang baik ialah pembaca yang selalu memberikan komentar dalam bentuk kritik dan saran untuk kebaikan blog ini

- See more at: http://www.tutorial89.com/2014/08/cara-mudah-membuat-tombol-share-di.html#sthash.r4zgr2Dy.dpuf