Kamis, 21 Januari 2016

Pembiasan Rasa Kepedulian

Pembiasan dari Sebuah Kepedulian – Bagi sebagian orang tentu rasa peduli sesama menjadi sebuah keharusan yang mutlak dimiliki. Namun, disadari atau tidak, seiring dengan perkembangan zaman yang telah maju dengan teknologi yang tidak dapat dibendung, membuat rasa peduli itu seakan hanya menjadi sebuah rasa yang ada tetapi keras layaknya batu. Memikirkan sebuah rasa peduli yang ada di dalam hati tidak dapat dinalar melalui logika. Sejatinya, rasa peduli itu hanya dimiliki oleh jiwa yang tenang dan fokus pada perbuatan yang baik. Mungkin cerita ini akan membuka rasa peduli kita semua yang secara tidak sadar mulai rapuh oleh keegoisan dan ketakutan yang tidak mendasar. 

Cerita ini bersumber dari teman saya, bisa kita sebut dengan nama Dul (nama asli saya samarkan). Dul merupakan seorang lulusan baru di sebuah universitas yang ada di Jakarta. Ia saat ini menjadi guru di sebuah sekolah di Bekasi. Sore itu, setelah ia pulang mengajar ia melihat sebuah kecelakaan tragis. Sebuah sepeda motor yang saling bertabrakan. Bukan tabrakan biasa, entah bagaimana kejadian itu, jelasnya sepeda motor tersebut berlari dengan kecepatan tinggi dan menabrak sepeda motor lainnya. Seketika, kedua pengendara itu tabrakan. Pengendara di motor pertama tidak terluka parah, namun pengendara di motor kedua terluka parah. Wajahnya bercucuran darah. Kakinya pun tidak bisa dipakai untuk berjalan. 

Mungkin sudah menjadi adat bagi orang-orang yang kurang rasa pedulinya. Dul heran. Iya, Dul merasa heran dengan orang-orang yang melihat kejadian itu. Hanya menatap diam. Bahasa Belandanya “bengong”, atau mungkin bahasa Koreanya “ndlongop”. Seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Dul, berinisiatif mengantarkan pengendara itu ke klinik, kemudian menelpon orang tuanya. Keheranan Dul belum berakhir sampai di sini. Setelah kembali dari klinik, Dul ditanyai oleh beberapa orang apakah Dul anggota keluarga dari si pengendara tersebut?. Dul menjawab, “Tidak, saya Cuma kasihan sama orang itu.” Ya, jawaban yang sangat simpel dan membutuhkan konsentrasi tinggi. Simpel namun butuh konsentrasi? Ya tentu. Dul telah berhasil mengalahkan ego dan ambisi dalam pikirannya dengan hati yang tulus. Seseorang tidak mungkin bisa meredam ego dan ambisinya jika tidak memiliki konsentrasi yang kuat untuk mengendalikannya. 

Cerita tentang Dul menjadi sebuah gambaran untuk saya (semoga juga untuk para pembaca blog ini) betapa pentingnya rasa peduli antarsesama. Banyak yang menggembar-gemborkan pentingnya peduli ini itu. Dul, sudah membuktikan bahwa kepedulian itu tidak bisa ditunjukkan dengan sebuah pemahaman. Kepedulian hanya bisa dilakukan dengan tindakan. Semoga saja masih banyak Dul Dul yang lain di Indonesia.
Terima kasih telah meluangkan waktu untuk mengunjungi blog ini dan terima kasih.

Artikel Menarik Lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembaca yang baik ialah pembaca yang selalu memberikan komentar dalam bentuk kritik dan saran untuk kebaikan blog ini

- See more at: http://www.tutorial89.com/2014/08/cara-mudah-membuat-tombol-share-di.html#sthash.r4zgr2Dy.dpuf